Rabu, 04 Januari 2017

Manusia Makhluk Ibadat




Tugas manusia di dunia adalah ibadah kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
[QS Al-baqoroh].
Meskipun merupakan tugas, akan tetapi pelaksanaan ibadah bukan untuk Allah karena Allah tidak memerlukan apa-apa. Ibadah pada dasarnya adalah untuk kebutuhan dan keutamaan manusia itu sendiri.Lalu, mengapa manusia dikatakan sebagai mahluk ibadat?Ya, karena segala perbuatan yang dilakukannya adalah semata-mata hanya untuk mengharap ridho Allah.Meskipun tidak semua bisa berjalan sesuai kaidah.Karena manusia memang pada dasarnya diciptakan dengan banyak kekurangan. Manusia juga memiliki akal dan hawa nafsu yang terkadang sangat susah untuk dikendalikan. Berbeda dengan malaikat yang memang diciptakan hanya untuk mentaati segala perintah Allah.
Manusia juga sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa manusia adalah khalifah di bumi. Namun manusia pula yang akan merawat dan menyebabkan kerusakan di bumi. Semua bergantung pada manusia itu sendiri.Lantas, mengapa manusia bisa menyebabkan kerusakan di bumi padahal sudah jelas diterangkan bahwa manusia adalah khalifah di bumi?
Itu karena yang menempati bumi tidak hanya manusia, melainkan juga makhluk-makhluk lain seperti hewan, dan sejenis jin dan sebagainya. Jin yang senantiasa menyesatkan manusia. Jin yang sudah berjanji kepada Allah, bahwa akan terus menggoda manusia untuk terus berada di jalan yang salah. Mereka yang membisikkan kata-kata negatif yang menjurus pada perbuatan dosa.Nah, sekarang hanya bergantung pada diri kita sendiri. Bagaimana cara kita untuk bisa menahan diri melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat, bahkan menjurus ke perbuatan dosa dan bagaimana cara kita untuk tetap memperkuat iman serta menjaga segala perbuatan baik agar senantiasa istiqomah di jalan yang benar.
Ibadah berasal dari kata 'abada yang arti bebasnya menyembah atau mengabdi merupakan bentuk penghambaan manusia sebagai makhluk kepada Allah Sang Kholiq [Pencipta].Karena penyembahan atau pemujaan merupakan fitrah [naluri] manusia, maka ibadah kepada Allah membebaskan manusia dari pemujaan yang salah dan tidak dikehendaki oleh Allah.Sehingga yang mengabdi [manusia] disebut Abid, sedangkan yang disembah disebut Ma’bud.
Ibadah memiliki aspek yang sangat luas.Sehingga segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah Ta’ala, baik berupa perbuatan maupun ucapan, secara lahir maupun batin, semuanya merupakan [dan dapat disebut dengan] ibadah.Sedangkan lawan dari ibadah adalah ma'syiat.Kita sering tertipu sehingga selalu dirundung dalam keraguan, kebingungan serta kegalauan di saat menghadapi tuntutan agar memelihara “alat-Rezeki” yang telah diamanahkan oleh Allah kepada kita sebagai hamba-Nya secara KASAB untuk dijadikan sebagai “Ladangnya Akhirat” yang paling subur. 
Selama kita masih ditempatkan oleh Allah dalam maqom [derajat] KASAB, belum sampai pada maqom TAJRID ya jalan saja secara harmoni setiap kegiatan "ibadah", baik yang khusus [ritual] maupun yang umum tanpa harus selalu menciptakan dikotomi yang membingungkan. Karena sebenarnya yang lebih penting untuk diperhatikan adalah masalah Ibadah Mu’amalah, karena ternyata malah bentuk ibadah ini justru dijadikan sebagai tolok ukur dari kualitas nilai IHSAN dari setiap Ibadah Khusus [Ritual] yang telah kita lakukan selama ini.

Allah menciptakan alam semesta (termasuk manusia) tidaklah dengan palsu dan sia-sia (QS.As-Shod ayat 27).Segala ciptaan-Nya mengandung maksud dan manfaat.Oleh karena itu, sebagai makhluk yang paling mulia, sekaligus sebagai khalifah di muka bumi.
Keberadaan manusia di muka bumi ini bukanlah ada dengan sendirinya.Manusia diciptakan oleh Allah, dengan dibekali potensi dan infrastruktur yang sangat unik. Keunikan dan kesempurnaan bentuk manusia ini bukan saja dilihat dari bentuknya, akan tetapi juga dari karakter dan sifat yang dimiliki oleh manusia. Sebagai ciptaan, manusia dituntut memiliki kesadaran terhadap posisi dan kedudukan dirinya di hadapan Tuhan. Dalam konteks ini, posisi manusia dihadapan Tuhan adalah bagaikan “hamba” dengan “majikan” atau “abdi” dengan “raja”, yang harus menunjukan sifat pengabdiaan dan kepatuhan.
Sebagai agama yang haq, Islam menegaskan bahwa posisi manusia di dunia ini adalah sebagai ‘abdullah (hamba Allah).Posisi ini menunjukan bahwa salah satu tujuan hidup manusia di dunia adalah untuk mengabdi atau beribadah kepada Allah. Yang dimaksud dengan mengabdi kepada Allah adalah taat dan patuh terhadap seluruh perintah Allah, dengan cara menjalankan seluruh perintah-perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya dalam segala aspek kehidupan. Dalam hal ini, Allah Swt. menjelaskan dalam firman-Nya, bahwa tujuan hidup manusia adalah semata-mata untuk mengabdi (beribadah) kepada-Nya (QS.Adz-Dzariyat ayat 56 dan QS.Al-Bayyinah ayat 5).
Tugas dan tanggungjawab manusia sebenarnya telah nyata dan begitu jelas sebagaimana terkandung di dalam Al-Quran iaitu tugas melaksanakan ibadah mengabdikan diri kepada Allah dan tugas sebagai khalifah-Nya dalam makna mentadbir dan mengurus bumi ini mengikut undang-undang Allah dan peraturan- Nya.Firman Allah swt.maksudnya:
“Dan Aku Tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah (menyembah) kepada Ku”. (Az-Zaariyaat: 56)
Firman Allah SWT. bermaksud:    
“Dan Dialah yang menjadikan kamu khalifah (penguasa-penguasa) di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebaha-gian (yang lain) beberapa darjat untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu”. (al-An’aam: 165)
Tugas sebagai khalifah Allah ialah memakmurkan bumi ini dengan mentadbir serta mengurusnya dengan peraturan dan undang-undang Allah.Tugas beribadah dan mengabdi diri kepada Allah dalam rangka melaksanakan segala aktiviti pengurusan bumi ini yang tidak terkeluar dari garis panduan yang datang dari Allah swt.dan dikerjakan segala kegiatan pengurusan itu dengan perasaan ikhlas kerana mencari kebahagian dunia dan akhirat serta keredaan Allah.

Beribadah tidaklah sulit sebenarnya, kawan.Hanya perlu keikhlasan dan ketulusan dalam diri kita. Sekecil-kecilnya, dengan contoh seperti ini, perbuatan baik tidak akan ada nilainya jika dilakukan tanpa mengucap Bismillah, dan apabila diucapkan maka sudah dianggap ibadah.

Makan beribadah sebagaimana dikemukakan di atas (mentaati segala perintah dan menjauhi larangan Allah) merupakan makna ibdah secara umum.Dalam tataran praktis, ibadah secara umum dapat diimplementasikan dalam setiap aktivitas yang diniatkan untuk menggapai keridlaan-Nya, seperti bekerja secara professional, mendidik anak, berdakwah dan lain sebagainya.Dengan demikian, misi hidup manusia untuk beribadah kepada Allah dapat diwujudkan dalam segala aktivitas yang bertujuan mencari ridla Allah (mardlotillah).
Sedangkan secara khusus, ibadah dapat dipahami sebagai ketaatan terhadap hukum syara’ yang mengatur hubungan vertical-transendental (manusia dengan Allah).Hukum syara’ ini selalu berkaitan dengan amal manusia yang diorientasikan untuk menjalankan kewajiban ‘ubudiyah manusia, seperti menunaikan ibadah shalat, menjalankan ibadah puasa, memberikan zakat, pergi haji dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan hidup manusia yang pertama adalah menyembah kepada Allah.Dalam pengertian yang lebih sederhana, tujuan ini dapat disebut dengan “beriman”.Manusia memiliki keharusan menjadi individu yang beriman kepada Allah (tauhid). Beriman merupakan kebalikan dari syirik, sehingga dalam kehidupannya manusa sama sekali tidak dibenarkan menyekutukan Allah dengan segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini (Syirik).

Ya, itulah beberapa alasan mengapa kita harus beribadah. Disamping itu, dalam beribadah akan ada kaitannya antara iman kita, ilmu, dan amal. Dalam islam, antara iman, ilmu dan amal terdapat hubungan yang terintegrasi kedalam agama islam. Islam adalah agama wahyu yang mengatur sistem kehidupan. Dalam agama islam terkandung tiga ruang lingkup, yaitu akidah, syari’ah dan akhlak. Sedangkan iman, ilmu dan amal barada didalam ruang lingkup tersebut. Iman berorientasi terhadap rukun iman yang enam, sedangkan ilmu dan amal berorientasi pada rukun islam yaitu tentang tata cara ibadah dan pengamalanya.


MANUSIA MAKHLUK OTONOM


                  Sebagai makhluk otonom, manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan sikap, dengan kata lain, ia adalah makhluk yang mandiri. Secara etimologi, Otonomi berasal dari bahasa Yunani “autos” yang artinya sendiri, dan “nomos” yang berarti hukum atau aturan, jadi pengertian otonomi adalah pengundangan sendiri. Otonom berarti berdiri sendiri atau mandiri.Jadi setiap orang memiliki hak dan kekuasaan menentukan arah tindakannya sendiri.Ia harus dapat menjadi tuan atas diri. Berbicara mengenai manusia bukanlah sesuatu yang mudah dan sederhana, karena manusia banyak memiliki keunikan.Keunikan tersebut dinyatakan sebagai kodrat manusia.Manusia sulit dipahami dan dimengerti secara menyeluruh tetapi manusia mempunyai banyak kekuatan-kekuatan spiritual yang mendorong seseorang mampu bekerja dan mengembangkan pribadinya secara mandiri.Arti otonom adalah mandiri dalam menentukan kehendaknya, menentukan sendiri setiap perbuatannya dalam pencapaian kehendaknya.

                  Allah telah memberikan akal budi yang membuat manusia tahu apa yang harus dilakukannya dan mengapa harus melakukannya. Dengan kemampuan akal budinya, manusia mampu membedakan hal baik dan buruk dan membuat keputusan berdasarkan suara hatinya dan mampu bersikap kritis terhadap berbagai pilihan hidup.Manusia adalah makhluk hidup, yang mampu memberdayakan akal budinya, maka manusia mempunyai berbagai kemampuan, yakni mampu berpikir, berkreasi, berinovasi, memberdayakan kekuatannya sehingga manusia tidak pernah berhenti.Allah memberi kebebasan kepada manusia.Meskipun kebenaran itu dari Allah, namun Allah tidak pernah memaksa manusia untuk mengimani Allah dan Rasul-Nya.Siapa yang ingin beriman, maka imanlah.Siapa yang ingin kafir, maka kafirlah.Pun demikian, Allah menciptakan manusia menurut fitrah beragama tauhid. Semua bayi yang lahir, mempunyai kesiapan untuk beragama Islam. Ketika ia besar, ia menjadi kafir atau memeluk agama selain Islam, maka itu adalah karena didikan dari orang tuanya.
Karena sesungguhnya, Allah tidak pernah menganiaya hamba-Nya. Jika ia sampai masuk ke neraka, itu tak lain karena ia sendirilah yang telah menganiaya dirinya sendiri.
Allah berfirman, “Maka beri kabar gembiralah mereka dengan azab yang pedih.” (QS Al Insyiqaaq 24)

Nikmat Allah sangat banyak dan sangat kita rasakan sebagai umat manusia.Diantaranya seperti nikmat hidup untuk semua mahluk hidup di dunia ini dan tanpa terkecuali.Fasilitas hidup di dunia juga yang sangat kita perlukan seperti halnya oksigen dan air. Oksigen dan air sebenarnya adalah nikmat yang seutuhnya Allah berikan untuk kita, namun karena keserakahan manusia, semua hal itu terasa semakin susah kita dapatkan. Layaknya air bersih yang sebenarnya nikmat dari Allah secara cuma-cuma, menjadi kebutuhan yang susah didapat bagi beberapa wilayah. Mereka harus berjalan berkilo-kilo meter jauhnya untuk mendapatkan air bersih dan juga membayar mahal untuk itu.
Kita sering sekali terkadang terlena dan menyepelekan beberapa nikmat Allah yang diberikan kepada kita.Seperti halnya nikmat akal yang hanya diberikan kepada umat manusia.Akal yang sudah dibedakan menjadi akal baik dan buruk, terkadang digunakan untuk mencari dan melakoni hal yang tidak baik.Padahal, sebagai manusia kita sudah dipercaya oleh Allah untuk bisa membedakan mana hal baik dan buruk.Kita hanya bisa bicara “ini baik, ini buruk” tanpa melakukannya dengan sebenar-benarnya.
                  Nikmat Allah juga sudah dijelaskan pada Al-Qur’an, yaitu pada Surat Al-Qashash ayat 56-66 :
  إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (٥٦) وَقَالُوا إِنْ نَتَّبِعِ الْهُدَى مَعَكَ نُتَخَطَّفْ مِنْ أَرْضِنَا أَوَلَمْ نُمَكِّنْ لَهُمْ حَرَمًا آمِنًا يُجْبَى إِلَيْهِ ثَمَرَاتُ كُلِّ شَيْءٍ رِزْقًا مِنْ لَدُنَّا وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لا يَعْلَمُونَ (٥٧) وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَرْيَةٍ بَطِرَتْ مَعِيشَتَهَا فَتِلْكَ مَسَاكِنُهُمْ لَمْ تُسْكَنْ مِنْ بَعْدِهِمْ إِلا قَلِيلا وَكُنَّا نَحْنُ الْوَارِثِينَ (٥٨) وَمَا كَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَى حَتَّى يَبْعَثَ فِي أُمِّهَا رَسُولا يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا وَمَا كُنَّا مُهْلِكِي الْقُرَى إِلا وَأَهْلُهَا ظَالِمُونَ (٥٩)
56. [1]Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.
57. Dan mereka[2] berkata, "Jika kami mengikuti petunjuk bersama engkau, niscaya kami akan diusir[3] dari negeri kami.” (Allah berfirman), “Bukankah Kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam tanah haram (tanah suci) yang aman[4], yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) sebagai rezeki (bagimu) dari sisi Kami? Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
58. Dan betapa banyak (penduduk) negeri yang sudah bersenang-senang dalam kehidupannya[5] yang telah Kami binasakan, maka itulah tempat kediaman mereka yang tidak didiami (lagi) setelah mereka, kecuali sebagian kecil[6]. Dan Kamilah yang mewarisinya[7].”
59. [8]Dan Tuhanmu tidak akan membinasakan negeri-negeri, sebelum Dia mengutus seorang rasul di ibukotanya[9] yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka[10]; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan (penduduk) negeri; kecuali penduduknya melakukan kezaliman[11].

Adapun juga nikmat yang juga seringkali dilupakan manusia, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang.Disaat kita sehat, terkadang kita lupa segalanya.Semua terasa berjalan dengan lancar, tanpa masalah.Juga dengan kesehatan kita itu, kita mengabaikannya dengan pola hidup tidak sehat dan merasa seolah tindakan kita itu benar.Dan apabila sudah jatuh sakit, barulah terasa banyak hambatan dan ternyata sehat itu segalanya.Begitupun dengan waktu senggang, manusia seringkali menjalaninya dengan salah.Sebenarnya, jika ada waktu senggang yang sebenarnya merupakan nikmat dari Allah, kita diharapkan mampu mengisi waktu luang tersebut dengan kegiatan positif.Sebelumnya kita mungkin sangat lelah dengan beribu aktivitas kita, namun disaat ada waktu senggang?Ya, kita memang terkadang salah tanpa kita sadari.Seringkali umat manusia malah mengambil kegiatan negatif yang merugikan dirinya sendiri.Parahnya lagi, terkadang umat manusia seolah merencanakan hal-hal negatif yang dapat dilakukannya dalam waktu senggang, seperti misalnya mencuri, membunuh, dan lainnya yang buruk.

SOLAT YANG BISA DI QADHA

1. Sirr dan Jahr
Shalat lima waktu yang dikerjakan pada waktunya disunnahkan untuk dikeraskan (jahr) bacaannya pada waktu shalat Maghrib, Isya' dan Shubuh. Sedangkan bacaan pada shalat Dhuhur dan Ashar disunnah untuk dibaca secara lirih (sirr).
Lalu bagimana dengan shalat yang terlewat dan diqadha', apakah jahr dan sir mengikuti asal shalatnya ataukah mengikuti waktu dilaksanakan qadha'? Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat.
a. Jumhur : Ikut Waktu Asal
Jumhur ulama di antaranya Mazhab Al-Hanafiyah, All-Malikiyah dan Al-Hanabilah sepakat bahwa jahr dan sirr dalam urusan shalat qadha mengikuti waktu asalnya.
Jadi disunnahkan melirihkan bacaan pada qadha' shalat Dzhuhur dan Ashar, meski keduanya diqadha' pada malam hari. Dan begitu juga sebaliknya, disunnahkan mengeraskan bacaan pada qadha shalat Maghrib, Isya' dan Shubuh, meski pun ketiganya dilakukan pada siang hari.
b. Asy-Syafi'iyah : Ikut Waktu Qadha'
Sedangkan mazhab Asy-syafi'iyah justru berpendapat sebaliknya dalam urusan jahr dan sirr. Prinsipnya, bacaan qadha' shalat dikeraskan apabila dikerjakan pada malam hari, dan dilirihkan bila dilakukan pada siang hari.
Jadi disunnahkan mengeraskan bacaan pada qadha' shalat Dzhuhur dan Ashar, apabila keduanya diqadha' pada malam hari. Dan begitu juga sebaliknya, disunnahkan melirihkan bacaan pada qadha shalat Maghrib, Isya' dan Shubuh, bila ketiganya dilakukan pada siang hari.
2. Tertib
Para ulama sepakat bahwa prinsipnya shalat yang terlewat karena terlupa wajib dikerjakan begitu ingat, dan tidak boleh ditunda atau diselingi terlebih dahulu dengan melakukan shalat yang lain.
Dan para ulama juga sepakat bahwa bila seseorang terlewat dari beberapa waktu shalat dalam satu hari yang sama, maka cara menggantinya adalah dengan mengurutkan shalat-shalat itu berdasarkan waktu. Mana yang waktunya lebih awal maka diqadha' terlebih dahulu, dan mana yang waktunya belakang, diqadha' belakangan.
Dasarnya adalah praktek yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika terlewat empat waktu shalat dalam satu hari yang sama, beliau SAW mengqadha'nya sesuai urutannya, mulai dari qadha' shalat Dzhuhur, Ashar, Maghrib dan terakhir Isya'.
إِنَّ الْمُشْرِكِينَ شَغَلُوا رَسُولَ اللَّهِ  عَنْ أَرْبَعِ صَلَوَاتٍ يَوْمَ الْخَنْدَقِ حَتَّى ذَهَبَ مِنَ اللَّيْلِ مَا شَاءَ اللَّهُ فَأَمَرَ بِلاَلاً فَأَذَّنَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعَصْرَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْمَغْرِبَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعِشَاءَ
Dari Nafi’ dari Abi Ubaidah bin Abdillah, telah berkata Abdullah,”Sesungguhnya orang-orang musyrik telah menyibukkan Rasulullah SAW sehingga tidak bisa mengerjakan empat shalat ketika perang Khandaq hingga malam hari telah sangat gelap. Kemudian beliau SAW memerintahkan Bilal untuk melantunkan adzan diteruskan iqamah. Maka Rasulullah SAW mengerjakan shalat Dzuhur. Kemudian iqamah lagi dan beliau mengerjakan shalat Ashar. Kemudian iqamah lagi dan beliau mengerjakan shalat Maghrib. Dan kemudian iqamah lagi dan beliau mengerjakan shalat Isya.” (HR. At-Tirmizy dan AnNasa’i)
Namun para ulama umumnya tidak lagi mengharuskan qadha' shalat dilakukan dengan tertib sesuai urutannya manakala jumlah shalat yang diqadha sangat banyak. Sehingga yang mana saja yang dikerjakan terlebih dahulu, tidak menjadi masalah.
Maka dalam hal ini ada ulama yang memperbolehkan shalat-shalat yang sama dikerjakan beberapa kali, berdasarkan waktunya. Misalnya, setiap selesai melakukan shalat Dzhuhur, maka seseorang boleh mengqadha beberapa shalat Dhuhur sesuai dengan jumlah yang diinginkannya, hingga sampai lunas semua hutang-hutangnya.
Nanti ketika selesai menunaikan shalat Ashar, boleh diqadha' beberapa shalat Ashar yang dahulu pernah terlewat. Dan demikian juga dengan waktu yang lain, yaitu Maghrib, Isya' dan Shubuh.
3. Adzan dan Iqamah
Jumhur ulama sepakat bahwa qadha shalat lima waktu tetap disunnahkan untuk didahului dengan adzan dan iqamah. Namun bila shalat yang dikerjakan terdiri dari beberapa shalat sekaligus, cukup dengan satu kali adzan namun masing-masing shalat dipisahkan dengan iqamah yang berbeda.
Namun bila masing-masing shalat qadha' itu dikerjakan dalam waktu yang terpisah, maka masing-masing disunnahkan untuk diawali dengan adzan dan iqamah.[1]
4. Qadha' Berjamaah
Para ulama sepakat bahwa shalat qadha' boleh dilakukan dengan berjamaah, bahkan menjadi sunnah sebagaimana aslinya shalat lima waktu itu disunnahkan untuk dikerjakan dengan berjamaah.
Dasarnya adalah apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika terlewat dari shalat.
وَنُودِيَ بِالصَّلاَةِ فَصَلَّى بِالنَّاسِ
Kemudian diserukan (adzan) untuk shalat dan beliau SAW mengimami orang-orang. (HR. Bukhari).
Mazhab Asy-Syafi'iyah mensyaratkan adanya kesamaan bentuk shalat antara imam dan makmum, meski berbeda niat antara keduanya. Maka dibolehkan antara imam yang mengqadha' shalat Ashar dengan makmum yang menqadha' shalat Dzhuhur atau Isya'. Namun tidak dibenarkan bila imam mengqadha' shalat Dzhuhur, Ashar atau Isya', sementara makmumnya mengqadha' shalat Shubuh atau Maghrib.
Untuk itu setidaknya dalam mazhab ini dibolehkan bila jumlah rakaat imam lebih sedikit dari jumlah rakaat yang dilakukan oleh makmumnya.
5. Waktu Pelaksanaan Qadha'
Para ulama sepakat bahwa shalat yang terlewat wajib untuk diqadha', namun mereka berbeda pendapat apakah qadha' shalat itu harus dilaksanakan dengan sesegera mungkin, ataukah boleh ditunda. Sebagian ulama mengatakan qadha' shalat wajib dikerjakan sesegera mungkin, namun sebagian mengatakan boleh ditunda.
a. Wajib Segera
Mazhab Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah menegaskan bahwa qadha' shalat yang terlewat wajib untuk segera ditunaikan. Keduanya berpendapat kewajiban shalat qadha' bersifat segera atau fauriy (فوري).
Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang memerintahkan untuk segera melakukan shalat begitu ingat tanpa menunda-nundanya.
مَنْ نَسِيَ صَلاةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا
Dari Anas bin Malik dari Nabi SAW bersabda,”Siapa yang terlupa shalat, maka lakukan shalat ketika ia ingat (HR. Bukhari)
b. Tidak Wajib Segera
Sedangkan mazhab Asy-Syafi'iyah menyebutkan bahwa seseorang yang tertinggal dari mengerjakan shalat, wajib atasnya untuk mengganti shalatnya. Namun tidak diharuskan untuk dikerjakan sesegera mungkin, apabila udzur dari terlewatnya shalat itu diterima secara syar'i. Dalam hal ini kewajiban qadha' shalat itu bersifat tarakhi (تراخي).
Tetapi bila sebab terlewatnya tidak diterima secara syar'i, seperti karena lalai, malas, dan menunda-nunda waktu, maka diutamakan shalat qadha' untuk segera dilaksanakan secepatnya.
Bolehnya menunda shalat qadha' yang terlewat dalam mazhab ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari berikut ini :
لاَ ضَيْرَ - أَوْ لاَ يَضِيرُ - ارْتَحِلُوا فَارْتَحَل فَسَارَ غَيْرَ بَعِيدٍ ثُمَّ نَزَل فَدَعَا بِالْوَضُوءِ فَتَوَضَّأَ وَنُودِيَ بِالصَّلاَةِ فَصَلَّى بِالنَّاسِ
Rasulullah beliau menjawab,"Tidak mengapa", atau " tidak menjadi soal". "Lanjutkan perjalanan kalian". Maka beliau SAW pun berjalan hingga tidak terlalu jauh, beliau turun dan meminta wadah air dan berwudhu. Kemudian diserukan (adzan) untuk shalat dan beliau SAW mengimami orang-orang. (HR. Bukhari).


MANUSIA MAKHLUK MORAL

Kemanusiaan yang berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang paling sempurna dari makhluk – makhluk yang diciptakan oleh Tuhan  Yang Maha Esa. Yang membedakan manusia dengan yang lainya adalah manusia dibekali akal dan pikiran untuk melakukan segala kegiatan. Oleh karena itulah manusia menjadi makhluk yang paling sempurna dari seBmua makhluk cipaanNya. Kata adil memiliki arti bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas ukuran / norma-norma yang obyektif, dan tidak subyektif, sehingga tidak sewenang-wenang.
1. Islam dan Kemanusiaan
Iman (orientasi ketuhanan) harus diikuti dengan amal shaleh (orientasi kemusiaan). Yang disebut kebaikan adalah ketika keimanan dan aksi sosial dilaksanakan sejalan[5]. Maka dimensi keimanan tidak akan ada artinya jika tidak diikuti dengan amal. Jika keimanan terkait dengan hubungan manusia dengan Tuhan, maka amal shaleh adalah hubungan dengan sesama manusia sebagai wujud kongkrit dari keimanan. Islam meletakkan kaidah-kaidah yang akan menjaga hekekat kemanusiaan tersebut dalam hubungan antar individu atau antar kelompok.
Azas-Azas kemanusiaan itu antara lain:
a.   Saling meghormati dan memuliakan
      Islam mengajarkan kepada umatnya untuk saling menghormati sesama umat muslim tanpa memandang jenis suku, warna kulit, bahasa da keturunannya. Bahkan Islam mengajarkan untuk menghormati manusia walaupun telah menjadi mayat.
b.   Menyebarkan kasih sayang
      Ini merupakan eksplorasi dari risalah Islam sebagai ajaran yang utuh, karena dia datang sebagai rahmat untuk seluruh alam. Maka Nabi SAW bersabda: “Tidak akan terlepas kasih sayang kecuali dari orang-orang hina”.
c.   Keadilan
      Dan islam menjadikan berlaku adil kepada musuh sebagai hal yang mendekatkan kepada ketaqwaan (QS.Al-Maidah:8). Keadilan menjadi komponen utama dan keharusan diwaktu aman bahkan dalam keadaan perang sekalipun.  Islam tidak hanya menyuruh berbuat adil, tapi juga mengharamkan kezaliman dan melarangnya dengan keras.
d.   Persamaan
      Persamaan sangat ditekankan khususnya dihadapan hukum. Faktor yag membedakan antara satu orang dengan yang lain adalah taqwa dan amal shaleh, (iman da ilmu). (QS. Al Hujurat:13). Sesama muslim memiliki perlakuan yang sama ,  tak ada perbadaan perlakuan antara muslim yang satu dengan muslim yang lain. Membalas suatu kebaikan dengan kebaikan yang sama atau lebih baik adalah tuntutan setiap masyarakat yang menginginkan hubungan harmonis antar anggota-anggotanya. Firman Allah SWT:
      “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi  dirimu sendiri .......“(QS. Al-Israj:7)
e.   Berlapang dada & toleransi (tasamuh).
      Makna tasamuh adalah sabar menghadapi keyakinan-keyakinan orang lain, pendapat-pendapat mereka dan amal-amal mereka walaupun bertentangan dengan keyakinan dan batil menurut pandangan, dan tidak boleh menyerang dan mencela dengan celaan yang membuat orang tersebut sakit dan tersiksa perasaannya. Azas ini terkandung dalam banyak ayat Al-Qur’an diantaranya,
“Dan janganlah kalian mencela orang-orang yang berdo’a kepada selain Allah, yang menyebabkan mereka mencela Allah dengan permusuhan dengan tanpa ilmu. Demikianlah Kami menghiasi untuk setiap umat amalan mereka, lalu Dia mengabarkan kepada apa yang mereka lakukan”. (QS.Al-An’am: 108).
       f.    Saling tolong menolong.
      Islam tidak sekedar mengesahkan azas ini sebagai azas dalam hubungan antar manusia, tapi lebih jauh lagi Islam menentukan bahwa hamba selamanya bergantung kepada pertolongan Allah SWT, dia mengakui hal ini atau pun tidak mengakuinya. Dan Islam mengaitkan pertolongan ini dengan saling tolong menolong hamba antar mereka. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Dan Allah selalu menolong seseorang selama orang tersebut selalu menolong saudaranya”. (HR. Muslim).
        g.  Menepati janji.
      Melanggar janji merupakan satu tanda dari kemunafikan. Nabi SAW bersabda: “Tanda orang munafik itu ada tiga; bila berbicara dia berbohong, bila berjanji dia melanggarnya dan bila diberi amanat dia mengkhianatinya”.(HR. Muslim).

E.        Hubungan Antara Islam, Moral Dan Manusia
Kondisi bangsa Indonesia yang dilanda krisis berkepanjangan membuat orang mengharap “sumbangan riil” dalam segi agama sehingga agama bisa hadir membawa kesejukan ditengah badai krisis yang luar biasa derasnya. Agama harus dapat “dibumikan” dan tidak boleh dibiarkan “mengawang-ngawang” tanpa bisa dijangkau oleh pemeluknya. Karena pada kenyataannya banyak manusia merasa terasing dari kehidupan real yang dihadapi. Problem kemanusiaan seperti ini tentu saja membutuhkan kehadiran agama untuk memberikan jawaban. Dalam konteks inilah kita perlu membumikan pesan-pesan “langit” yang hadir melalui wahyu tersebut. Sebab, agama seharusnya tampil dengan dimensi kemanusiaannya agar agama tidak hanya hadir dalam bentuk ritual-ritual simbolik dan memiliki ketegasan dalam melakukan pembelaan terhadap kemanusiaan. Dalam Al-Qur’an juga disebutkan bahwa Islam dihadirkan oleh Allah SWT sebagai pembawa kasih sayang bagi alam semesta.
Kita tentu saja tidak bisa membuat agama berpihak pada manusia tanpa memahami bahwa agama diciptakan untuk manusia, bukan untuk Tuhan. Tuhan tidak butuh pembelaan, penyembahan, bahkan Dia tidak butuh apapun kecuali dirinya sendiri. Manusialah yang membutuhkan agama sebagai jalan keselamatan dan kesejahteraan. Andaikan seluruh rakyat Indonesia maupun seluruh manusia didunia ini ingkar kepada Allah SWT, itu tidak akan membuat kekuasaan-Nya berkurang. Allah SWT tetap maha kuasa dengan atau tanpa penyembahan dari manusia.
Terakhir, mari kita mulai memaknai dimensi kemanusiaan agama dengan memandang realitas secara objektif. Jika kita hendak menolong orang lain, kita tentu saja tidak perlu menayakan apa agama dan keyakinannya. Karena kehadiran Islam, bukan hanya untuk umat Islam saja, melainkan menjadi Agama pembawa kasih sayang bagi semesta.


KEBENARAN DAN KEBETULAN

Dalamkehidupansehariharipastikitaseringmenemukankebenarandankebetulan, namunsebenarnyadaridua kata itusalingmemilikiartiataumakna yang berbeda, misalnyasepertikebenaran, kebenaranadalahsuatufakta yang memilikibukti yang jelasdandapatterjadiberulangulangsedangkankebetulanadalahsuatukeadaan yang tanpasengajaterjadidanhanyadapatterjadisesaat.

Kebenaran yang membuatkitamerasabenarsendiridanmenganggap orang lain yang berbedadengankitaadalahsalah, sesatdankafir, karenakebenaranhanyalahmilik Allah. Dalam Al-Qur'an Allah berfirman :"Jangankamumenganggapdirikamusuci, Dialah (Allah) yang lebihmengetahuisiapa yang bertaqwa" (QS. An-Najm :32). Kebenaran agama memangmutlaksebelumiabersentuhandengankebenaransosiologis. Begitukemutlakankebenaran Agama ituditafsirkanolehmanusiauntukditerapkandalamhidup (masyarakat), kemutlakanakansemakinmenurundanmenurun. Dari hasilpenafsiranmanusiatersebutlahirlahmazhab demi mazhab yang berbedapemahamantentangberbagaimacamcara-caraberagama, dandariakibatperbedaantersebutmuncullahpengikut-pengikutmerekasaatini yang
salinghttp://cdncache-a.akamaihd.net/items/it/img/arrow-10x10.pngmenyalahkan, salingmemvonissesat,kafirdalamperkaraperbedaantersebut.

Banyakayat Al-Qur’an danhadist yang menjelaskanbahwatidakada yang kebetulan di mukabumiini.Bahkansebuahkebetulan yang amatkebetulantetapsajamerupakansebuahrencanaTuhan yang tidakpernahmeleset.Jikakitatidakberhasilmenerjemahkantiapdetailnya, karenaterlalumegahnyarencanaTuhantersebut, itujelasbukankabarburuk.Setidaknyapastikansajakitasuksesmensyukuritiapdetikrencanatersebut.
Saatmenyatakankalimat ‘inikebetulan’ atausemacamnya, adaindikasikitamengungkapkanbahwahal yang dialamiterjaditidakdengantakdir Allah.Hal initentusajakeliru, pasalnya Allah SWT sudahmenakdirkanataumenetapkanhalitusebelumnya.Takmungkin Allah mengetahuibelakanganatausecarakebetulanmengetahuinya.Perludipahami, rukunberimanpadatakdiradaempatyaitukitameyakini Allah mengetahuisegalaperistiwasebelumterjadi, Allah telahmencatatnya, Allah menghendakinya, dan Allah menciptakannya. Hal inidijelaskandalam Al-Quran Surat At-Talaq:2-3.

“…Barangsiapabertakwakepada Allah niscayaDiaakanMengadakanbaginyajalankeluar. Dan memberinyarezkidariarah yang tiadadisangka-sangkanya.danBarangsiapa yang bertawakkalkepada Allah niscaya Allah akanmencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakanurusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telahMengadakanketentuanbagitiap-tiapsesuatu. (QS 65:2-3).

JugadijelaskandalamSurat Ali Imran: 190-191 berikutini:
Artinya: “Sesungguhnya, dalampenciptaanlangitdanbumi, danpergantianmalamdansiang, terdapattanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambilberdiri, duduk, ataudalamkeadaanberbaring, danmerekamemikirkantentangpenciptaanlangitdanbumi (serayaberkata), “YaTuhan kami, tidaklahEngkaumenciptakansemuainisia-sia; MahasuciEngkau, lindungilah kami dariazabneraka.” (QS. Ali-‘Imran: 190-191).


Seseorang yang mengetahuikebenaraninididalamhatinya, dapatmenyenangihalapapun yang iajalanidanberkah yang terdapat di balikhalitu. Banyak orang tidakmemikirkanbagaimanamerekaterciptaataupunmengapamerekaada.
Meskipunhatinuranimerekamembimbingmereka agar sadartentangkeajaibandansempurnanyadunia yang dimilikioleh Sang Pencipta, banyaksekalicinta yang merekarasakanuntukkehidupanduniaini, ataukeenggananmerekauntukmenghadapikebenaran, membawamerekauntukmenyangkalrealitasmengenaikeberadaan-Nya.
Merekamenolakbuktibahwasetiapkejadiandarihidupmerekatelahditentukansesuaidenganrencanadantujuan, tetapiperilakumerekamenunjukkanaksi yang salah, yaknimenganggaphal-hal yang terjadihanyalahkebetulanataupunkeberuntungan.


ILMIAH

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,silih bergantinya malam dan siang,bahtera yang berlayar dilaut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkandari langit berupa air,lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan dibumi itu segala jenis hewan,dan pengisaran angin dan awan yang di kendalikan antara langit dan bumi ; sungguh terdapat tanda-tanda (keesaan dan kebesarean Allah) bagi kaum yang memikirkan (Q.S. Al Bakarah ayat 164).
Fakta ilmiah yang terhimpun dari beberapa sumber,dimana berbagai penemuan ilmiah sampai saat ini sesuai dengan ayat-ayat dalam Al-Qur’an;
1.       Lautan dua warna (pertemuan dua lautan)
Pertemuan dua laut tersebut terjadi diselat gibralta,tepatnya antara negara spanyol(Eropa) dan maroko(Afrika).
Manusia dengan akal dan melalui penelitiannya baru dapat menjelaskan fenomena tersebut akhir abad 20 M. SEDANGKAN Al-Qur’an  yang diturunan Abad 7 masehi(14 Abad yang lalu) sudah menjelaskamn fenomena tersbut melalui Firmannya yang terdapat dalam surah Ar-Rahman ayat 19-20 dan surah Al-Furqaan ayat 53 yang isinya” Dia memberian dua lautan yang mengalir yang eduanya kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.”(QS.Ar Rahman19-20)
“dan dialah AllAH YANG MEMBERIKAN DUA LAUT MENGALIR BERDAMPINGAN, YANG SATU Tawar dan segar dan yang lainnya asin. Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang tidak tembus,”(QS Al FUQRAAN:53)
2.       Api didasar lautan
Fenomena api didasar lautan ini ditemukan oleh seorang ahli geologi asal Rusia,Anatol
Ternyata fenomena ini sudah dijelaskan  dalam QS At-Thur:1-6 . ketika sedang diteliti tentang kerak bumi dan patahannya didasar lautan dilepas pantai miami mirip seperti
Abu vulkanik seperti gunung berapi didaratas,meskipun begitu tetapi tidak cukup untu memanaskan seluruh air.
3.       Sungai didasar laut
Fenomena ini sudah dijelaskan dalam al-quran surah al-furqaan ayat 53
4.       Garis edar tata surya
Terdapat dalam surah QS Al Anbiyya:33
Fakta ilmiah dalam al-quran telah terbukti kebenarannya yang banyak ditemukan oleh para ilmuan. SetiAP Rasul yang diutus Allah SWT kepada manusia dibekali dengan eistimewaan-keistimewaan yang disebut mukjizat. Namun mukjizat setiap nabi dan Rasul berbeda-beda. Hal ini disesuaikan dengan karekter dan kondisi kaumnya yang menjadi obje dakwah.
Para ulama sependapat,diantara sekian banyak mukjizat yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad saw,yang terbesar adalah al-Qur’an . al-Quran adalah kitab suci penyempurna kitab-kitab nabi sebelumnya. Alquran bukan hanya petunjuk untuk mencapai kebahagiaan hidup bagi umat musliam,tapi juga untuk seluruh umat manusia.


MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK PENELITI

Assalamu’alaikum Wr. Wb… Manusia yang diciptakan oleh Allah, memang sudah diakrabkan dengan kegiatan penelitian maupun meneliti. Dalam konteks kehidupan, manusia memang sering meneliti sesuatu untuk mendapat kepastian. Meneliti oleh manusia memang sudah manusiawi guna mengisi keinginannya untuk mencari tahu suatu hal ataupun menyingkap permasalahan tersebut. Dalam surah Al-Alaq ayat 5 dan 6 ditegaskan kepada manusia untuk membaca, memeriksa, meneliti, menjelaskan, serta menguraikan hal-hal dalam kehidupan sehari-hari. Dan semua kegiatan yang kita lakukan atau kerjakan haruslah diawali dengan membaca Basmallah. Karena dengan menyebut nama Allah, semua hal positif yang kita kerjakan akan bernilai dihadapan Allah. Dan apabila semua tidak diawali dengan menyebut nama Allah, maka sia-sia lah pekerjaan itu. Karena hanya akan bernilai sama dengan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang tidak beriman. Kemudian dalam ayat itu pula Allah menegaskan bahwa Allah akan memberikan ilmu kepada manusia jika manusia itu membaca karena memang itulah janji Allah.  Dalam hal ini membaca juga memiliki maksud yakni diantaranya ilmu yang Allah janjikan. Karena membaca adalah kunci utama dalam mendapatkan ilmu. Seperti kata mutiara yang sering kita dengar bahwa buku adalah jendela dunia. Yang sebenarnya dimaksudkan agar kita rajin-rajinlah membaca agar ilmu kita semakin luas.

Tetapi Allah juga menegaskan bahwa ilmu yang diturunkan kepada manusia adalah sebagian kecil dari ilmu yang dimiliki Allah. Ilmu Allah diibaratkan bagaikan ilmu yang jika ditulis dengan tujuh samudra di bumi ini sebagai tinta, dan ranting-ranting di seluruh dunia sebagai penanya, maka itu tidaklah cukup untuk menulis ilmu yang Allah miliki. Sehingga, salah apabila meyakini AlQuran sebagai isi dari seluruh ilmu Allah. Tetapi AlQuran merupakan isi dari sebagian kecil ilmu yang Allah turunkan atau Allah karuniakan kepada manusia. Dalam mencari ilmu inilah manusia zaman sekarang harus membuktikan semuanya secara empirik sehingga memerlukan sebuah penelitian. Seperti misalnya manfaat sholat yang sudah pernah diteliti dan dibuktikan dengan manfaat yang didapat seperti kebugaran dan kesehatan baik jasmani maupun rohani. Untuk memperoleh bukti tersebut, maka manusia akan melakukan penelitian kemudian dibagikan kepada khalayak guna menyebarkan informasi. Apabila tidak ada penelitian dan penyebaran informasi, mungkin selamanya kita tidak akan mengetahuinya. Dan juga beberapa penelitian yang sebenarnya dilakukan untuk membuktikan apa yang terdapat atau disebutkan dalam AlQuran sampai semuanya terbukti baru manusia akan percaya. Maka dari itulah mengapa manusia disebut sebagai makhluk peneliti.
Jadi sekiranya seperti itulah penjabaran manusia sebagai makhluk peneliti. Kita yang dipercaya oleh Allah untuk meneliti, sekiranya bisa menjalankannya dengan baik. Terima kasih, Wassalamu’alaikum Wr.Wb…