SUNNATULLAH
Allah swt, Sang Pencipta (al Khaliq) alam
semesta ini [QS.59:23; 25:2] telah menentukan takdir atas seluruh
makhluk-Nya. [QS. 54:49; 15:20; 6:153; 45:18]. Takdir itu
berupa at taqdirul kauni atau sunnatullah fil kaun (hukum alam kata para
ilmuwan) dan taqdirusy syar'i (hukum syari'at). Takdir kauni berlaku umum bagi
seluruh makhluk yang ada di alam semesta ini tanpa terkecuali dan mereka semua
tunduk dan patuh kepada ketentuan Allah swt dengan bersujud, bertasbih, dan
bertahmid kepada-Nya.
Takdir syar'i biasa disebut al Islam QS.3:19, 85], yang diturunkan melalui para
rasul (ar rasul) [QS. 33:21; 48:28] untuk manusia (al insan). Takdir
syar'i memberi peluang kepada manusia (dan jin) untuk memilih apakah mau taat
atau ingkar (al muslimu au al kafiru) [QS. 3:83, 85]. Tentu saja dengan
konsekuensi mereka akan mendapat balasan sesuai dengan pilihannya.
Takdir syar'i dan takdir kauni yang diberlakukan di alam ini (al kauni) [QS.
13:15; 22:18; 6:50; 59:1; 24:41; 17:44]
menghendaki alam semesta termasuk manusia untuk tunduk dan berserah diri (al
istislam) [QS. 22:18; 24:41] kepada ketentuan Allah swt tersebut
(sunnatullah) [QS. 3:190-191; 51:21; 41:53] tanpa kecuali.
Sunnatullah yang dimaksud adalah sunnatullah pada alam semesta dan sunnatullah
pada manusia.
1.
Sunnatullah di alam semesta (fil kauni) [QS. 3:190-191;
13:15; 22:18; 3:83; 24:41]. Ketentuan Allah terhadap
alam semesta bersifat mutlak, tetap dan terus menerus (muthlaq, tsabit, mustamir).
Mutlak artinya berlaku umum bagi seluruh makhluk dan tidak dapat ditolak. Tetap
artinya tidak berubah kecuali apabila Allah menghendaki. Terus menerus artinya
tidak berhenti selama ada sebab musababnya. Sunnatullah di alam itu disebut
takdir kauni (al taqdirul kauni). Sikap seorang hamba terhadapnya adalah
tunduk dan pasrah (al istislam).
2.
Sunnatullah pada manusia (fil insan). [QS.54:49; 15:20;
6:153; 45:18; 3:83 dan 85]. Ketentuan Allah atas manusia
berlaku relatif karena manusia diberi keistimewaan dengan adanya petunjuk/ilmu
(al hidayah), kehendak atau nafsu (al iradah) dan upaya atau pilihan (al
ikhtiyariyah). Ketentuan syar'i (at taqdirusy syar'i) berfungsi untuk memagari
nafsu dan kebebasan manusia tersebut agar tidak merusak sistem alam semesta.
Karenanya manusia kemudian terbagi menjadi dua golongan, ada yang muslim
(al muslim) dan ada yang kafir (al kafir).