Rabu, 19 Oktober 2016

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL




Pada awalnya, Allah Ta’ala menciptakan seorang manusia di muka bumi ini, yaitu Adam AS. Ketika itu Adam as berada di Syurga bersama Iblis. Namun, karena enggannya Iblis mengikuti perintah Allah swt untuk sujud kepada Adam as maka Allah swt usir salah satu jenis dari kalangan jin ini dari syurga. Tinggallah Nabi Adam AS sendirian di surga.
Ibnu Katsir menggambarkan kehidupan nabi Adam AS di syurga dengan cukup apik. Dia (Adam) berjalan-jalan sendirian di surga dalam kesepian. Saat dia tertidur, kemudian bangun, terlihat seorang wanita tengah duduk di dekat kepalanya. Adam kemudian menyapa:”Siapakah anda?” Jawab wanita tersebut:”Wanita”. Adam bertanya kembali:”Untuk apa anda diciptakan?” Jawab wanita tersebut:”Supaya anda jinak kepadaku”.
Lalu, para Malaikat mendatangi Nabi Adam AS untuk mengetahui
sejauh mana ilmunya. Mereka bertanya:”Siapakah 


namanya, Adam?” Jawab Adam:”Hawwa!”
Malaikat bertanya:”Mengapa namanya Hawwa?” Jawab Adam:”Karena dia
dijadikan dari benda hidup” (Tafsir Ibnu Katsir).
Itulah interaksi sosial pertama yang terjadi antara dua manusia. Interaksi antar dua manusia atau lebih merupakan fithrah basyariyah (naluri manusia) yang menjadikan hidup menjadi indah dan lebih bermakna.
Sifat sosial atau pakar yunani menyebutnya dengan zoonpoliticon adalah fitrah (karakter asal) manusia yang tidak dapt dipungkiri. Sehingga sudah menjadi keniscayaan baginya untuk melengkapi setiap puzzle kehidupannya dengan kehidupan sosial. walaupun pada saat – saat tertentu manusia membutuhkan kesendirian.
Sebagai seorang muslim Allah swt selain memerintahkan kita untuk bertaqwa (menjalankan perintah serta menjauhi larangan) kepada-Nya Allah swt memerintahkan kita untuk beramar ma’ruf nahi munkar. Seperti firman Allah swt dalam Surat Ali Imran 110 :
” Kalian adalah umat terbaik yang dihantar di tengah – tengah manusia untuk mengajak kepada kebaikan serta mencegah kepada kemungkaran dan beriman kepada Allah ..”.
Perintah beramar ma’ruf nahiy mungkar (dakwah) ini tidaklah serta merta dilakukan secara individu. Amar ma’ruf nahiy mungkar ini dilakukan secara bersama – sama berkelompok dan tidak sendirian. Seperti ibarat seekor serigala tidak akan serta merta berani memakan segerombolan besar domba, sedangkan serigala akan langsung menerkam kambing yang sendirian.
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung” Ali Imran : 104.
“kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran” Al ‘Ashr : 3.
Dr. Abdul Karim Zaidan dalam dalam kitabnya “Ushulud Dakwah” menjelaskan tiga alasan mengapa kita wajib berdakwah.
Pertama, karena Allah telah mengutus Rasul-Nya untuk seluruh umat manusia. Allah Ta’ala berfirman: Katakanlah, “Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua”. (Al-A’raf : 158)
Yang kedua, tersebarnya kemusrikan dan kekafiran di muka bumi akan membahayakan kaum Muslimin, baik cepat atau lambat.
Ketiga, berdakwah berarti menghindarkan kaum Muslimin dari kebinasaan dan
azab Allah.
Zaenab binti Jahsy bertanya kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulullah, apakah kami akan binasa juga sedang ada di antara kami orang-orang yang masih melakukan
kebaikan?” Rasulullah saw. Menjawab, “Ya, apabila kejahatan telah merata”.
( HR. Muslim, dikutip oleh Qurthubi dalam tafsirnya).
Padahal menurut salim a fillah dalam bukunya saksikan aku seorang muslim kejahatan dimanapun dia berada pasti akan dikalahkan oleh kejahatan. dan sejarah telah membuktikan itu. Lalu kenapa saat ini kebaikan (Islam) secara nyata terdesak oleh kejahatan (maksiat, dst). Maka salim A Fillah menambahkan dalam bukunya karena kebaikan TIDAK MENDESAK kejahatan itu sendiri. kebaikan cenderung menikmati keterasingan, masa – masa sepi, berada di sudut – sudut kerumunan dan enggan mendesak kejahatan. maka disisi ini Amal Jama’i penting adanya bagi para aktor – aktor kebaikan.
Hendaklah kalian berjamaah dan jangan bercerai berai, karena syetan bersama yang sendiri dan dengan dua orang lebih jauh. Barangsiapa ingin masuk ke dalam surga maka hendaklah komitmen kepada jama’ah” (HR At-Tirmidzi).